Aliansi Keluarga Indonesia (Aila) |
Harian berbahasa Inggris The Jakarta Post menganggap Aliansi Keluarga Indonesia (Aila) lebih berbahaya dari Front Pembela Islam. Hal ini diungkap The Jakarta Post dalam rubrik National edisi Selasa, 30 Agustus 2016 silam.
The Jakarta Post membedakan FPI dan Aila. “Front Pembela Islam (FPI), anggotanya berkeliaran di jalanan Jakarta, memburu Playboy majalah dan merusak toko minuman keras murah , mungkin tidak lagi melambangkan konservatisme agama di Indonesia,” tulis The Jakarta Post.
Kemudian dilanjutkan, “Posisinya kini telah diambil alih oleh sekelompok pengkhotbah dan akademisi dengan agenda yang sama persis, tetapi kesempatan jauh lebih besar untuk mencapai apa yang militan FPI hanya bisa mimpikan.”Menurut The Jakarta Post, saat ini Aila adalah gerakan konservatif garis terdepan di Indonesia.
Dianggap berbahaya oleh The Jakarta Post, karena Aila telah meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah definisi perzinahan, pemerkosaan dan sodomi dalam KUHP. Tujuan dari tinjauan permohonan judicial ini jelas: untuk melarang hubungan seksual konsensual di luar pernikahan, termasuk hubungan sesama jenis.
Selanjutnya, Aila dianggap mampu memperoleh dukungan para akademisi dari berbagai kampus ternama untuk mensukseskan judicial review.
Hamid Chalid, seorang profesor hukum konstitusi dari UI, misalnya, bersaksi dalam sidang terbaru di pengadilan, di mana ia berpendapat bahwa KUHP dalam bentuk yang sekarang adalah "terlalu liberal", seperti yang dibuat oleh Belanda.
Kemudian, FPI dianggap The Jakarta Post bukanlah professor hukum, meski dia keras terhadap LGBT. Jadi tidak berbahaya. Berbeda dengan Aila yang mendapat dukungan Hamid Chalid, ahli hukum konstitusi. Beberapa hakim MK setuju dengan perkataan Hamid.
Menurut The Jakarta Post, selama bertahun-tahun, FPI telah menjadi duri dalam sisi Indonesia yang demokratis, tapi selalu di pinggiran. FPI dan Aila dianggap memiliki cita-cita yang sama yakni membangun negara agama.
Aila jelas dimotivasi oleh semangat religius yang sama dengan FPI. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa Aila mereka memiliki dukungan yang lebih besar dari publik, serta kemampuan dalam hukum.
Aila tidak berhenti di pengadilan MK. Aila mampu menggandeng DPR berunding revisi KUHP, dan anggota Aila sudah mulai melobi legislator untuk mendorong agenda mereka.
“Dengan legitimasi yang lebih besar, sesuatu FPI jelas kurang, Aila telah menjadi kekuatan pendorong yang efektif konservatisme dan, karena itu, ancaman yang jauh lebih besar untuk kebebasan sipil dari beberapa serangan acak oleh FPI militan setiap Ramadhan,” ungkap The Jakarta Post.* [Voa-i]
Posting Komentar
Blogger Facebook Disqus