Reubee--Adakah muslim di Israel? Bagi sebagian orang pertanyaan ini akan langsung dijawab, ‘tidak’. Sebagian besar tak yakin dan hanya segelintir orang saja yang akan dengan mantap menjawab, ‘ada’. Citra buruk Israel sebagai bangsa zionis yang telah membunuh ribuan muslim Arab sejak enam dekade lalu membuat tak ada bayangan bahwa di tanah Yahudi itu ada sekelompok muslim yang menjalani hidup sehari-hari.
Bendera israel dan wilayah yang diduduki |
Ada 20 persen muslim di Israel saat ini. Mereka berjuang untuk eksis dalam terpaan diskiriminasi di sana-sini.
Perang antara Israel dan Hamas beberapa waktu lalu yang menunjukkan bagaimana besarnya kepedihan yang dialami muslim Palestina juga akan membuat tak ada satu bayangan pun hinggap di kepala banyak orang bahwa ada orang Islam dibiarkan bebas menghirup oksigen disana. Saat itu dengan peralatan tempur canggih -tapi juga sangat kejam dan licik- Israel membuat warga Gaza, daerah teritori otoritas Palestina, menderita cacat mengerikan karena diserang bom khusus yang berisi besi-besi yang dapat memotong anggota tubuh korban dengan cepat dan tanpa ampun.
Tapi memang ternyata terdapat kehidupan muslim di Israel. Jumlahnya memenuhi 20 persen jumlah penduduk, setara dengan 1, 2 juta jiwa yang berasal dari etnis Arab. Etnis Yahudi memang adalah etnis mayoritas yang memenuhi segala sisi negara zionis itu. Namun di luar Yahudi, ada pula etnis Arab yang memang sudah lama menetap disana karena memang tanah Israel adalah tanah Arab pada awalnya. Sebagian besar warga Arab tersebut memeluk Islam sekalipun ada sebagian kecil yang Nasrani dan memeluk Yahudi.
Sekitar 270 ribu jiwa muslim Israel tinggal di Yerusalem timur dan Dataran Tinggi Golan. Mereka menggunakan bahasa Arab sehari-hari -yang juga termasuk bahasa resmi Israel- dan bahasa Hebron. Mayoritas umat Islam yang berada di Israel saat ini beraliran Sunni. Ini adalah jejak yang ditinggalkan Turki Ustmani (1516 – 1917) yang juga beraliran Sunni. Daerah kekuasaan Ustmani adalah termasuk daerah yang dikuasai Israel sekarang. Daerah Yeruralem, Palestina, dan sekitarnya adalah daerah yang memiliki akar historis keislaman yang tinggi hingga Islam sangat dominan disana saat pemerintahan Turki Utsmani berkuasa.
Penguasaan Inggris pada 1917 dan kemudian Deklarasi Balfour membuka pintu bagi kedatangan banyak orang Yahudi ke tanah Palestina. Saat paham Zionisme yang diprakarsai Theodore Hertzl mulai bergerak yang kemudian secara taktis memilih tanah Palestina sebagai wilayah yang diproyeksikan bagi berdirinya negara Israel Raya, mulailah ancaman hidup muslim Arab tiba. Pemilihan Palestina memang sifatnya sangat taktis karena sebenarnya Theodore Hertzl awalnya mengusulkan tanah Afrika sebagai wilayah Israel.
Ketika disebut Palestina dan dikuatkan dengan embel-embel disana terdapat peninggalan suci umat Yahudi, warga Yahudi dunia yang merantau di seantero bumi menjadi bersatu dan bersedia mengorbankan apa saja demi terwujudnya cita-cita itu. Israel pun berdiri sekarang dengan Tel Aviv sebagai ibukotanya, lewat diplomasi cantik yang membuat negara barat mendukung dan bungkam saja saat negara itu berdiri di atas darah dan penderitaan muslim Arab, terutama Palestina
Memiliki Masjid
Perlawanan panjang bangsa Arab yang dimulai sejak 1948 hingga kini justru semakin meluaskan daerah Israel. Tepi Barat yang awalnya milik Yordania direbut Israel, juga sebagian Jalur Gaza yang awalnya berada dibawah kuasa Mesir. Yang paling memiriskan adalah Dataran Tinggi Golan, daerah strategis milik Suriah –terutama dalam logika pertahanan- yang juga direbut dengan licik oleh Israel.
Warga Arab Israel adalah mereka yang memilih menetap setelah pendudukan Israel. Mereka awalnya berasal dari berbagai wilayah seperti Persia, Yaman, Mesir, dan banyak lagi. Saat Israel berkuasa pertama kali dikabarkan ada sekitar satu juta warga Arab di Israel. Sebagian besar kemudian memilih mengungsi karena demikian pedih perlakuan Israel pada mereka.
Mereka yang bertahan itulah cikal bakal warga Arab di Israel. Sebagian lagi adalah yang berasal dari Tepi Barat dan Jalur Gaza yang memperoleh kewarganegaraan Israel berdasarkan aturan unifikasi keluarga sehingga kian menambah jumlah mereka. Pertambahan itu masih berlangsung hingga kini karena warga Muslim di Israel tercatat memiliki tingkat kelahiran yang tinggi. Dari empat kelahiran di Israel, seorang bayi terlahir sebagai muslim.
Sebanyak 52 persen warga Muslim tinggal di Kota Yerusalem. Adapun sisanya tersebar di 11 wilayah lain di Israel. Totalnya, ada sekitar 112 kawasan komunitas Arab dan Muslim yang 89 persennya mencakup lebih dari 2.000 jiwa.
Nazareth merupakan wilayah yang juga dikenal sebagai kota yang banyak dihuni warga Arab Muslim. Sementara itu, kota warga Muslim lain adalah di Umm al Fahm dengan lebih dari 43 ribu Muslim, diikuti Kota Baqa Jatt dan Carmel City.
Di beberapa kota inilah terdapat masjid-masjid yang beroperasi dengan baik. Di Nazaret berdiri Masjid Putih ( The White Mosque). Masjid yang berdiri pada abad ke-19 ini merupakan peninggalan Turki Utsmani. Sejarahnya, pembangunan masjid ini didanai penguasa Mesir Suleiman Pasha, yang kemudian dilanjutkan oleh pejabat di Nazaret Sheikh Abdullah Al-Fahoum yang makamnya terdapat di masjid ini.
Masjid ini dinamai oleh Sheikh Abdullah demikian seabgai tanda berakhirnya gubernur Ottoman, Jezzar Pasha, pendahulu untuk Suleiman Pasha. Sheikh Abdullah memilih nama “putih” untuk melambangkan sebuah era baru kesucian, cahaya dan perdamaian yang akan dinikmati di Nazaret.
Pada hari biasa, ada 100 hingga 200 orang menjalankan shalat di masjid ini. Saat shalat Jumat ada 2000-3000 orang. Di dalam masjid juga terdapat museum yang menyimpan dokumentasi sejarah Nazaret.
Ada pula Masjid Mahmoudiya dikatakan telah dibangun pada 1730. Juga Masjid Hassan Bek yang berada di Jaffa yang termasuk wilayah Tel Aviv. Masjid ini telah banyak menjadi saksi konflik kemanusiaan di sana. Dari Turki Utsmani-Inggris dan tentu saja, Israel-Palestina.
Keberadaan masjid-masjid ini menjadi simbol eksistensi muslim Israel.
Berjuang Dari Dalam
Dalam laporan yang disiarkan Republika online disebutkan bahwa warga Muslim Israel menjalankan perjuangan untuk mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara. Paska Revolusi Iran 1979, kesadaran politik dan agama tumbuh pada warga Muslim di Israel. Mereka mulai berani mendirikan lembaga dan organisasi sosial kemasyarakatan.
Kesadaran sebagai bangsa Arab dan umat Islam juga tumbuh pesat. Ini lantas ditandai dengan penolakan mereka untuk mengibarkan bendera Israel, tidak berpartisipasi pada perayaan hari besar negara, dan sebagainya. Di sisi lain, rasa simpati dan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina juga kian berkembang.
Mereka menuntut agar warga Palestina yang berada di pengungsian dibiarkan pulang ke daerah mereka. Walau permintaan ini ditolak karena pemerintah Israel tak mungkin membiarkan hegemoni mereka terkikis, permintaan ini menunjukkan satu kesadaran yang penting yang bersemayam dalam komunitas Islam Israel. Mereka juga meminta persamaan perlakuan sebagaimana yang diterima warga yahudi Israel dalam kesejahteraan, pendidikan, dan akses.
Sebagaimana perjuangan warga muslim Palestina di luar Israel, perjuangan muslim, ‘dalam’ ini juga sangatlah berat. Warga Arab memang dibiarkan hidup di Israel tapi keberadaan mereka administratif saja sifatnya, tidak menyatu secara kultural. Mereka tak diakui sebagai anak bangsa Israel karena mereka bukan Yahudi. Mereka hanya ‘rekan’, tepatnya ‘rekan yang tak dianggap’ dalam kehidupan sebuah bangsa disana.
Pilihan mengakomodasi warga muslim Arab di Israel barangkali taktis pula sifatnya yang membuat seakan-akan Israel adalah bangsa yang menghargai minoritas. Keberadaan muslim di Israel juga membuat isu bahwa perang Israel-Palestina bukan perang agama tampak logis karena ada orang Islam yang dibiarkan hidup di Israel.
Walau memperoleh hak sipil, seperti memberikan suara pada pemilu lokal dan nasional, punya perwakilan di Knesset (parlemen), pendidikan gratis di tingkat sekolah dasar dan menengah, tetap saja warga Muslim termarjinalkan. Pada bidang ekonomi, mereka lebih banyak merupakan warga miskin, sedikit mendapat peluang bekerja di kantor pemerintahan dan swasta, diberikan standar penilaian tes yang berbeda di sekolah, dan sebagainya.
Simbol perjuangan warga muslim Israel ada pada diri Dr. Ahmed Tibi, seorang anggota parlemen Israel yang muslim. Perjuangan tak kenal lelah Tibi di Knesset demi memperjuangkan hak-hak warga Arab dan Muslim di sana membuatnya menjadi figur favorit yang ternama, baik dikalangan Yahudi dan Islam.
Tibi dikabarkan memasang bendera PLO dan foto Yasser Arafat di kantornya. Ia merupakan pendiri partai Arab, Ta'al, pada tahun 1995. Di tahun 1999, dia terpilih menjadi anggota Knesset. Duduk di dewan, Tibi gencar menyuarakan aspirasi warga minoritas Arab yang kerap diperlakukan tidak adil. Ia bahkan dengan berani mendesak otoritas keamanan Israel mengusut kasus polisi yang bertindak brutal pada warga Arab.
Apa yang dilakukan Tibi kiranya bisa menjadi sebuah aspirasi baru bahwa setelah sekian lama perjuangan tanpa hasil warga Palestina melawan Israel, kiranya perlu dipikirkan metode perjuangan lain bagi warga Arab baik di luar maupun di dalam Israel. Arab dan muslim saat ini adalah simbol bagi kekerasan dan kemiskinan, juga kebodohan. Sementara Yahudi adalah simbol bagi kecerdasan, kemakmuran, serta kehangatan bagi negara-negara barat. Simbol yang sekalipun tak bisa kita terima namun sudah tertanam sedemikian rupa di benak warga dunia.
Maka jika umat muslim dunia menyadari betul bahwa Israel sebenarnya adalah bangsa yang zolim, tapi kita harus juga mengakui kecerdasan mereka telah membuat kezoliman itu berhasil dan justru mendapat dukungan. Oleh karena itu, kecerdasan pulalah yang mestinya dikedepankan masyarakat muslim dunia agar hak muslim bisa kembali lagi ke tangan kita. Harapan yang bisa dimulai dari warga muslim Israel untuk lebih taktis dan canggih memainkan perannya di “sarang musuh”.[mjhidayah]
Baca juga : Adakah Muallaf di Israel
Posting Komentar
Blogger Facebook Disqus