Nyaman Tanpa Asap Rokok. Oleh : Ns. Ardianto, S.Kep (PNS Dinas Kesehatan Kab. Inhu & Dosen Akkes Riau) |
Dulu di stasiun-stasiun TV Indonesia ditayangkan iklan layanan masyarakat bertemakan “stop merokok”. Diceritakan dua orang wanita sedang menikmati makan di sebuah cafe. Masuklah seorang laki-laki dengan dandanan ala preman duduk tepat di meja depan dua wanita tadi. Selang berapa lama si laki-laki menyalakan sebatang rokok dan menikmati “gurihnya” asap. Namun tiba-tiba ia melihat dua wanita tadi sibuk mengibaskan tangan sambil terbatuk-batuk melirik kepadanya. Si laki-laki dengan penuh pengertian mematikan rokok yang baru saja disulut sambil mengangguk kepada dua wanita tadi sebagai tanda permohonan maaf.
Masih ingat ga iklannya? Itu sih dulu. Doeloe… dah lamaa… banget
Bayangkan sekarang anda lagi di dalam bus kota non AC yang sesak dan padat penumpang. Aroma keringat bercampur dengan aroma ikan asin, ikan basah, ayam potong dan belanjaan lainnya yang dibawa dari pasar. Ditambah lagi kepulan asap rokok beberapa penumpang yang memenuhi ruangan bus kota. Atau ketika anda sedang sibuk di ruangan kantor yang ber-AC, tiba-tiba ruangan anda dipenuhi oleh asap rokok dari tamu yang datang atau teman anda sendiri di kantor. Bagi anda yang bukan perokok pasti merasakan sesak napas atau bahkan merasa kesal namun tidak bisa untuk marah.
Berbicara tentang dampak rokok dan asap rokok bagi kesehatan sudah bukan rahasia umum lagi. Si perokok sendiri sudah tahu bahwa seseorang yang menghisap rokok setiap hari dapat meningkatkan risiko terkena kanker laring, paru-paru, kerongkongan, rongga mulut, gangguan pembuluh darah, gangguan kehamilan dan sakit jantung. Menurut riset, seseorang yang secara rutin merokok 3 hingga 4 batang sehari, delapan kali lebih berisiko terkena kanker mulut jika dibandingkan orang yang tidak merokok. Bahkan hasil terbaru menunjukkan bahwa dalam perkembangannya merokok akan mengakibatkan kanker pancreas.
Bagaimana dengan perokok pasif? Mereka menghirup aliran samping (sidestream) dan aliran utama (mainstream). Aliran samping adalah asap rokok yang berasal dari ujung rokok yang terbakar, sedangkan aliran utama adalah asap rokok yang telah dihisap oleh perokok lalu kemudian dihembuskan kembali ke udara. Perokok pasif lebih berbahaya tiga kali lipat dibandingkan mengisap rokok sendiri (perokok aktif), karena racun rokok terbesar dihasilkan oleh asap yang mengepul dari ujung rokok yang sedang tak dihisap. Asap tersebut merupakan hasil dari pembakaran tembakau yang tidak sempurna. Konsentrasi zat berbahaya di dalam tubuh perokok pasif lebih besar, karena racun yang ia isap lewat hidungnya tidak terfilter, sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang diisap.
Berikut adalah zat-zat yang terkandung dalam rokok:
“Tahukah Anda?”
Perempuan bukan perokok yang menikah dengan suami perokok memiliki risiko terkena kanker paru 30% lebih tinggi dibandingkan bila menikah dengan suami bukan perokok.
Melihat kandungan yang ada dalam rokok dan dampak yang ditimbulkannya, ada keinginan kita untuk merasa bebas dari sesaknya asap rokok. Ada bebarapa pilihan dan upaya yang dilakukan untuk kita terbebas dari asap rokok, walau dalam pelaksanaannya sangat-sangat sulit. Beberapa diantarnya adalah:
1. Menimbulkan kesadaran diri si perokok
Tugas pokok bidang promosi kesehatan dan petugas kesehatan umumnya sudah harus bergeser dari upaya pendidikan kesehatan kepada upaya menanamkan kesadaran kepada si perokok.
Para perokok pada umumnya banyak yang berpendidikan tinggi dan sudah sangat tahu tentang kandungan dan bahaya asap rokok. Berbagai upaya pemerintah “menakut-nakuti” dengan mewajibkan produsen rokok menampilkan gambar-gambar menyeramkan di kotak rokok, tidak ada artinya sama sekali, karena yang ditakut-takuti jauh lebih pintar lagi. Hal yang sangat berat dan harus dilakukan adalah bagaimana cara menanamkan kesadaran kepada si perokok bahwa orang lain memiliki hak azazi untuk terbebas dari asap rokok.
2. Gerakan sayang isteri dan keluarga
Ungkapan rasa sayang terhadap isteri, anak-anak dan keluarga lainnya tidak selalu dengan melimpahkan materi sebanyak-banyaknya. Menghindari mereka dari bahaya asap rokok jauh lebih penting dari segalanya. Bayangkan saja anda merokok dengan santainya di depan isteri dan anak-anak, atau isteri yang sedang hamil. Berapa banyak racun yang anda berikan kepada orang-orang yang anda sayangi tersebut.
3. Memberikan tauladan.
Petugas kesehatan adalah tauladan bagi masyarakat. Artinya ketika tenaga kesehatan itu sendiri memulai untuk merokok, sama artinya mengajarkan masyarakat untuk merokok. Orang tua merupakan tauladan bagi anak-anak, tidak lucu kalau orang tua melarang anak untuk merokok sementara di tangannya sendiri asap rokok sedang mengepul. Masyarakat awam pastinya mencontoh orang-orang pintar, dan anak-anak mestilah meniru laku orang tuanya.
4. Menyusun peraturan dan perundang-undangan
Sebenarnya dalam Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, telah mencantumkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada Bagian Ketujuh Belas, Pengamanan Zat Adiktif, pasal 115. (1) Kawasan tanpa rokok antara lain: a. fasilitas pelayanan kesehatan; b. tempat proses belajar mengajar; c. tempat anak bermain; d. tempat ibadah; e. angkutan umum; f. tempat kerja; dan g. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia Sejak tahun 1999, melalui PP 19/2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, Indonesia telah memiliki peraturan untuk melarang orang merokok di tempat-tempat yang ditetapkan. Peraturan Pemerintah tersebut, memasukkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada bagian Enam pasal 22 s.d 25. Pasal 25 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok. Namun peraturan tersebut belum menerapkan 100% Kawasan Bebas Asap Rokok karena masih dibolehkan membuat ruang khusus untuk merokok dengan ventilasi udara di tempat umum dan tempat kerja. Dengan adanya ruang untuk merokok, kebijakan kawasan tanpa rokok sama saja “pembiaran tersembunyi”. Pada kenyataannya, ruang merokok dan ventilasi udara terlalu mahal, kedua hal tersebut secara ilmiah terbukti tidak efektif untuk melindungi perokok pasif, disamping rawan manipulasi dengan dalih ”hak azasi bagi perokok”.
Peraturan harus dalam bentuk legislasi yang mengikat secara hukum. Kebijakan sukarela yang tidak memiliki sanksi hukum terbukti tidak efektif untuk memberikan perlindungan yang memadai. Agar efektif, UU/PERDA harus sederhana, jelas dan dapat dilaksanakan secara hukum.
Menindak lanjuti pasal 25 PP 19/2003, beberapa pemerintah daerah telah mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Diantaranya: 1) Kota Cirebon melalui Surat Keputusan Walikota No 27A/2006 tentang Perlindungan Terhadap Masyarakat Bukan Perokok di Kota Cirebon. Kota Cirebon merupakan kota pertama yang menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok yaitu tidak menyediakan ruang untuk merokok. 2) Kota Padang Panjang memiliki Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok yaitu Peraturan Daerah Kota Padang Panjang No 8 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok. Peraturan Daerah ini dirinci dan dipertegas dengan Peraturan Walikota Padang Panjang No.10 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Padang Panjang No. 8 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok.
Sekarang pertanyaannya adalah: “Kapan giliran Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu ( dan Pemkab seluruh Indonesia, khususnya Pemerintah PUSAT-RED) “menyelamatkan” masyarakatnya dari bahaya asap rokok?”. [dinkes.inhukab.go.id]
Posting Komentar
Blogger Facebook Disqus